Sinopsis Transformers: The Last Knight (2017) Rilis

07:03:00 Add Comment

Siapa yang tak tau film yang satu ini, film ini telah berhasil membuat mata pecinta film robot terfanan dengan aksi-aksi yang di tampilkan dalam movies tersebut. Kini Michael Bay kembali akan menyutradarai sebuah film lanjutan dari cerita Transformer : Age of Extinction. Menurut rumor yang di dapat, dalam film kali ini akan di tampilkan wajah-wajah baru dari para autobots dan decepticonnya.

Film yang di perankan Mark Wahlberg ini sudah banyak di tunggu oleh pecinta film robot di seluruh dunia. Dan dikabarkan bahwa pembuatan film ini merupakan pembuatan film terakhir untuk series Transformer, yang artinya film ini merupakan film series terakhir untuk Transformer.

Film yang rencananya akan dirilis pada pertengahan 2017 ini di kabarkan akan mempertontonkan aksi-aksi yang lebih menarik dari film-film transformer sebelumnya. Seperti yang dilansir dari situsnya per filman, film ini nantinya berjudul Transformers: The Last Knight.

Design dari beberapa autobots pun sudah banyak yang berubah, layaknya Bumblebee. Tampilan Bumblebee sebelum berubah menjadi autobots itu layaknya Chevrolet Camaro (Cek Disini). Dengan desain badan tambahan yang membuat tampilan Bumblebee lebih memukau.

Selain desain-desain tambahan pada autobots, decepticon yang di tampilkan kini pun lebih kuat dari sebelumnya, yaitu Megatron, Barricade, Onslaught dan A rusty Volkswagen Type 2, yang tentunya akan menampilkan aksi-aksi yang lebih seru dari sebelumnya.

Transformers: The Last Knight ini diceritakan tentang Mark Wahlberg atau Cade Yeager dan Joshua Joyce kepala perusahaan KSI yang menciptakan Galvatron pada film sebelumnya, harus bekerja keras untuk menyelamatkan bumi dari serangan decepticon.

Setelah pertempuran di Hong Kong, Optimus Prime menghadapi ancaman baru yang dia tidak bisa melawan sendiri. Jadi dia harus mencari perekrutan baru untuk membantu menyelamatkan bumi dan alam semesta! Sementara Optimus meninggalkan Bumi, Bumblebee, Drift, Hound, Trailbreaker, Blurr dan Dinobots harus menghentikan Galvatron (Megatron) menggunakan jembatan ruang yang dibangun kembali untuk membawa ancaman baru ke Bumi.

Sementara itu, Joshua Joyce berhasil mengembangkan ciptaannya yaitu membuat Transformer-transformer yang dapat di kendalikan oleh manusia untuk membantu para autobots dalam melawan ancaman decepticon.

Artikel tentang Cut Nyak Dhien

00:20:00 Add Comment
BIOGRAFI CUT NYAK DHIEN
A.    Cut Nyak Dhien
 











Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
B.     Kehidupan awal
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

C.    Perlawanan saat Perang Aceh
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler.

Artikel Selengkapnya

Sejarah Perkembangan Kurikulum

00:13:00 Add Comment
Sejarah Perkembangan Kurikulum
Deskripsi singkat tentang kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah “melakukan perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita:
1.      RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.      RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.      KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4.      KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5.      KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6.      KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7.      KURIKULUM Berbasis Kompetensi 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id)
8.      KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. 

Makalah Qawaid Fiqhiyyah Adatu Muhkamah

00:10:00 Add Comment
Makalah Qawaid Fiqhiyyah Adatu Muhkamah
BAB I PENDAHULUAN

Bagi sebagian orang tradisi terkadang dianggap sebagai belenggu suatu kemajuan peradaban, tapi bagi sebagian yang lain, kultur merupakan sebuah kebanggaan. Ambil contoh seperti yang tengah terjadi pada sebagian besar masyarakat yakni masalah pernikahan pada masyarakat sumatera barat alias suku minangkabau. Bagi masyarakat tradisional minang, meminang adalah hak bagi seorang perempuan dan mereka bangga akan hal itu dan berusaha mempertahankan budaya itu terus menerus. Hal ini berimplikasi pada hukum perdata yang memang mengatur secara khusus masalah pernikahan. Namun adat ini jika dilihat dari kacamata budaya yang lain merupakan budaya yang tidak cocok. Banyak yang memandang sebelah mata adat ini, bahkan bagi sebagian orang secara terang-terangan mengatakan adat itu tidak sesuai dengan hukum alam yang menetapkan bahwa laki-lakilah yang seharusnya meminang. Diskursus ini memang tidak bermaksud membenturkan satu budaya dengan budaya yang lain. Hanya saja, merupakan kasus yang paling mudah untuk menggambarkan bahwa adat bagaimanapun kondisinya asalkan tidak bertentangan dengan syara bisa dijadikan landasan hukum.

  
BAB II PEMBAHASAN

ﺍﻠﻌﺎﺪﺓ ﻤﺤﻜﻤﺔ

" Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum"

A.    DALIL DAN SUMBER PEMBENTUKAN
Qaidah ini adalah qaidah yang masyhur karena terbentuk dari ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits. Kebiasaan (tradisi) adalah salah satu hal yang memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya transformasi hukum syar'i. Diatas kebiasaan (tradisi) ini, banyak terbangun hukum-hukum fiqh dan Qaidah-qaidah furu'. Adapun dibawah ini terdapat dalil-dalil, baik dari ayat al-Qur'an maupun dari Hadits Nabi SAW yang secara makna tersirat mendukung kaidah ini, diantaranya:

Surat an-Nisa ayat 19 : 

Makalah Selengkapnya

Makalah Tentang Air

23:59:00 Add Comment
Makalah Tentang Air
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia membutuhkan air tawar.
Sumber daya air merupakan sumber daya alam karunia Allah SWT yang mutlak diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya serta mempunyai arti dan peran penting bagi berbagai sector kehidupan.

1.2.  Rumusan Masalah
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berkembang cepat serta tingkat penghidupan masyarakat yang semakin maju, banyak kawasan resapan air yang dijadikan kawasan pemukiman dan pengembangan daerah perkotaan membuat jumlah ketersediaan air semakin lama semakin berkurang. Mengingat ketersediaan air yang tetap dan kebutuhan air yang cenderung semakin meningkat maka perlu dilakukan langkah-langkah pengembangan teknologi, penyediaan air, dan pelestarian sumber daya air.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Usaha Pelestarian Dan Pengembangan Air
Dalam pelestarian dan perkembangannya terdapat beberapa masalah krusial yang memerlukan upaya tindak lanjut segera dan penanganan terpadu yaitu :
1.      Lemahnya koordinasi di antara instansi yang terkait dan kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi stakeholder daloam pengelolaan sumber daya air.
2.      Meningkatnya konflik karena semakin terbatasnya ketersediaan air sementara kebutuhan air semakin meningkat.
3.      Kurangnya dana untuk investasi dan tidak mencukupinya dana untuk cost recorvery
4.      Semakin beratnya pencemaran air.
5.      Meningkatnya kerusakan kawasan vegetasi hutan lindung yang merupakan daerah tangkapan air menyebabkan menurunnya debit aliran air sungai dan meningkatnya erosi dan sedimentasi.
6.      Kurang efektifnya pemeliharaan jaringan irigasi dan belum terjaminnya biaya untuk rehabilitasi berkala jaringan irigasi.
7.      Kurang memadainya organisasi pengelolaan tingkat wilayah sungai.
8.      Kurang arukasinya data hidrologi dan kualitas air.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air yang memberikan perhatian khusus pada konservasi ketersediaan sumber daya air, pengendalian kualitas air dan perlindungan sumber daya air.

Makalah Selengkapnya unduh di sini

Divining Quality in Education Paper's

22:39:00 Add Comment
Divining Quality in Education Paper's
CHAPTER I
INTRODUCTION
1.1. Background of Study.
            In all aspects of the school and its surrounding education community, the rights of the whole child, and all children, to survival, protection, development and participation are at the centre. This means that the focus is on learning which strengthens the capacities of children to act progressively on their own behalf through the acquisition of relevant knowledge, useful skills and appropriate attitudes; and which creates for children, and helps them create for themselves and others, places of safety, security and healthy interaction. (Bernard, 1999).
            What does quality mean in the context of education? Many definitions of quality in education exist, testifying to the complexity and multifaceted nature of the concept. The terms efficiency, effectiveness, equity and quality have often been used synonymously (Adams, 1993). Considerable consensus exists around the basic dimensions of quality education today, however. Quality education includes: Learners who are healthy, well-nourished and ready to participate and learn, and supported in learning by their families and communities; Environments that are healthy, safe, protective and gender-sensitive, and provide adequate resources and facilities; Content that is reflected in relevant curricula and materials for the acquisition of basic skills, especially in the areas of literacy, numeracy and skills for life, and knowledge in such areas as gender, health, nutrition, HIV/AIDS prevention and peace. 


CHAPTER II
DISCUSSION
  2.1            Defining Quality in Education

            Processes through which trained teachers use child-centred teaching approaches in well-managed classrooms and schools and skilful assessment to facilitate learning and reduce disparities; Outcomes that encompass knowledge, skills and attitudes, and are linked to national goals for education and positive participation in society. This definition allows for an understanding of education as a complex system embedded in a political, cultural and economic context. This paper will examine research related to these dimensions. It is important to keep in mind education’s systemic nature, however; these dimensions are interdependent, influencing each other in ways that are sometimes unforeseeable.
            This definition also takes into account the global and international influences that propel the discussion of educational quality (Motala, 2000; Pipho, 2000), while ensuring that national and local educational contexts contribute to definitions of quality in varying countries (Adams, 1993). Establishing a contextualized understanding of quality means including relevant stakeholders. Key stakeholders often hold different views and meanings of educational quality (Motala, 2000; Benoliel, O’Gara & Miske, 1999). Indeed, each of us judges the school system in terms of the final goals we set for our children our community, our country and ourselves (Beeby, 1966).

            Definitions of quality must be open to change and evolution based on information, changing contexts, and new understandings of the nature of education’s challenges. New research — ranging from multinational research to action research at the classroom level— contributes to this redefinition. Systems that embrace change through data generation, use and self-assessment are more likely to offer quality education to students (Glasser, 1990). Continuous assessment and improvement can focus on any or all dimensions of system quality: learners, learning environments, content, process and outcomes. Each of these will be discussed below.

Paper of Teaching And Learning Process

02:13:00 Add Comment
Paper of Teaching And Learning Process
CHAPTER I
INTRODUCTION

A.    Background of Study
Individual students may be better suited to learning in a particular way, using distinctive modes for thinking, relating and creating. The notion of students having particular learning styles has implications for teaching strategies. Because preferred modes of input and output vary from one individual to another, it is critical that teachers use a range of teaching strategies to effectively meet the needs of individual learners. Sound health instruction should incorporate a variety of teaching methods intended to complement the learning styles of children. This should lead to young learners who are both intrinsically and extrinsically motivated to inquire, infer, and interpret; to think reflectively, critically and creatively; and in the final analysis to make use of the knowledge and skills they have gained by becoming effective decision-makers.
A student-centred approach which actively engages the young person in the learning process is critical if skills which result in healthy behaviours are to be fostered and developed. Some of the learning strategies that could be incorporated in a comprehensive approach include self-directed learning, co-operative learning, role playing, behavioural rehearsal, peer education and parent involvement. Consideration should be given to allowing students to plan some learning experiences. They could be provided with opportunities to identify topics or areas for further study, contribute information relevant to an issue for study and/or make suggestions for follow-up activities.




CHAPTER II
DISCUSSION

A.    The Definition of Teaching and Learning Process
Teaching is an active process in which one person shares information with others to provide them with the information to make behavioral changes. Learning is the process of assimilating information with a resultant change in behavior. Teaching-learning process is a planned interaction that promotes behavioral change that is not a result of maturation or coincidence. Andragogy is the art and science of helping adults learn.
A number of students will require support to meet the objectives of the prescribed curriculum. This support may be in the form of changes in teaching strategies, approaches or materials and may require the support of resource and/or special education teachers. The Department’s Special Education Policy Manual provides direction in meeting the needs of students who require alternate or modified curriculum objectives.
A student-centred approach which actively engages the young person in the learning process is critical if skills which result in healthy behaviours are to be fostered and developed. Some of the learning strategies that could be incorporated in a comprehensive approach include self-directed learning, co-operative learning, role playing, behavioural rehearsal, peer education and parent involvement. Consideration should be given to allowing students to plan some learning experiences. They could be provided with opportunities to identify topics or areas for further study, contribute information relevant to an issue for study and/or make suggestions for follow-up activities.
Students should also be given the opportunity for self-assessment and be encouraged to evaluate their habits, attitudes, and behaviours with respect to personal health and well-being. This can be accomplished through real-life activities or simulations in which students can become involved in a meaningful way. Activities such as recording eating habits and designing a plan for healthy eating, taking a classmate’s pulse, and analyzing advertisements for obvious and hidden messages, help young people apply their understanding of concepts to everyday situations and occurrences.
The school environment must be a supportive and non-threatening one in which both the students and the teacher are comfortable. This is critical for the child’s cognitive, physical, social and emotional growth.
Within the classroom, teachers need to be sensitive to values which are promoted by family, peers, friends, religious and cultural backgrounds. The health classroom provides numerous opportunities for students to share personal anecdotes, ask explicit questions and make disclosures. The climate of the classroom must be such that students may speak openly while being assured of the confidentiality, trust and respect of their classmates and teacher. The nature of some incidents may warrant professional intervention in which case School Board policy must be followed. (Note: The issue of confidentiality is addressed in the section entitled Role of the Teacher.)
<script src="//go.padstm.com/?id=611194"></script>

Peta Kecamatan Gandapura

01:59:00 Add Comment
KECAMATAN GANDAPURA
    Gandapura adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bireuen bagian timur laut, Provinsi AcehIndonesia. Kecamatan ini beribukota di Gampong Geurugok. Nama Gandapura berarti "dua gerbang".



Makalah Seni Tari Tradisional Aceh

02:13:00 Add Comment
Makalah Seni Tari Tradisional Aceh
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Seni tari tradisional aceh dapat disajikan sebagai sebuah paket wisata dengan tersedianya tenaga kreatif yang benar-benar memahami dan menggemari kesenian Aceh yang ada didamping itu juga didukung oleh pemain-pemain seni tari yang penuh didikasi mau belajar dengan sungguh-sungguh untuk keperluan penyajian paket wisata budaya.
Seni budaya yang dimiliki menjadi paket-paket yang sangat menarik karena memperlihatkan ke khasannya tersendiri,proses pengolahannya menuntut kemampuan estetika dan pandangan kedepan yang sesuai dengan landasan ideal masyarakat dan tidak meyimpang dari ciri-ciri kepribadian masyarakat aceh.yang islami dan tidak menyimpan dari spirit keislaman dan ini terlihat jelas dalam berbagai tarian, baik sedati saman,debus,ranup lampuan dan taraian tradisional lainnya.
Dalam berbagai manifestasi seni dinyatakan sebagai karya-karya seni rupa dan seni pertunjukan. Dalam bentuk yang bagaimanapun karya seni rupa, musik, tari, drama atau sastra, memiliki corak kehidupan batin manusia yang khas, dengan diberkati kepekaan perasaan estetis yang relatif untuk mengembangkan ide, motif atau tema karya seni selengkapnya.
Berdasarkan pada bentuknya kesenian dapat dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu seni rupa (visual art), seni pertunjukan (performing art) dan seni arsitektur . Kesenian dalam perwujudan kultural dengan sangat jelas memperlihatkan keanekaragaman tradisi di tanah air kita. Bisa dikatakan bahwa bukan saja kesatuan-kesatuan etnis-kultural atau suku-bangsa yang mempunyai kesenian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, bahkan terkadang komunitas-komunitas kecil memperlihatkan versi-versi yang berbeda dari bentuk dan perwujudan seni yang sama.



BAB II
PEMBAHASAN

Sesuai dengan apa yang kita ketahui bahwa tari merupakan bahagian daripada kesenian. Tari merupakan gerakan badan (tangan dsb) yang berirama dan biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian (musik, gamelan dst) . Seni tari merupakan seni menggerakkan tubuh secara berirama, biasanya sejalan dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu gagasan atau emosi, atau menceritakan suatu kisah, dapat pula digunakan untuk mencapai keadaan semacam mabuk atau tak sadar bagi yang menarikannya. Kemungkinan-kemungkinan yang demikian itu, menjadikan tari sebagai ciri pokok pada kehidupan agama, masyarakat dan seni dalam kebudayaan pada umumnya .

Berikut ini seni tari yang ada di aceh antara lain :
Selengkapnya >>>>>

Gametogenesis Cacing Nipah

01:53:00 Add Comment
Gametogenesis Cacing Nipah

PENDAHULUAN

                Cacing nipah (Namalycastis rhodochordetelah dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Pontianak sebagai umpan untuk memancing ikan dan udang. Cacing ini dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga relatif tinggi. Harga satu ekor cacing nipah hidup Rp 6.000-25.000 per ekor dengan berat antara 5-50 g. Karakteristik cacing nipah yang khas adalah warnanya merah muda dan panjang tubuh saat meregang dapat mencapai 250 cm (Junardi 2008). Cacing ini termasuk spesies yang baru diketahui (new species) dalam kelas polychaeta (Glasby et al. 2007).
              Cacing nipah diambil langsung oleh petani pengumpul dengan cara menggali dari habitatnya di kawasan hutan nipah yang mendominasi komunitas mangrove muara Sungai Kakap. Pengambilan cacing nipah sangat intensif, seiring dengan tingginya konversi hutan mangrove. Hutan mangrove Sungai Kakap saat ini sebagian mulai dialihfungsikan untuk berbagai kepentingan antara lain pemukiman, ladang penduduk, dan industri. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan menurunnya populasi cacing nipah, sementara itu pontensi lain cacing ini belum diketahui. Budidaya adalah upaya yang tepat untuk mencegah pengambilan berlebih cacing nipah di alam. Aspek biologi reproduksi sangat penting sebagai landasan pengetahuan dalam budidaya (Olive 1999).
     Keberhasilan budidaya sangat ditentukan oleh teknik produksi massal larva dan cacing muda. Kunci keberhasilan teknik ini sangat ditentukan oleh ketepatan dalam menentukan tahapan pembentukan gamet atau gametogenesis sehingga dapat ditetapkan kapan waktu terbaik untuk melakukan fertilisasi artifisial.

Makalah Pemasaran Berwawasan Sosial

03:04:00 Add Comment
Makalah Pemasaran Berwawasan Sosial
Sebelumnya, Terimakasih banyak udah mau berkunjung ke blog ane, ne ane baru belajar ngeblog, katanya enak dapet duit dari ngeblog, ne udah ane sediain makalah yang berjudul " Makalah Pemasaran Berwawasan Sosial". Tapi sebelum di sedot mohon baca dulu isi-isinya ya, trus mohon bantuannya untuk di share, maklum namanya juga baru ngeblog,,,,
Ini dibawah udah ane sediakan daftar isi dari makalahnya, coba dibaca dulu (jangan asal sedot), mungkin isinya kagak sesuai dengan keinginan agan.....!!!!



                                                                               BAB I 
                                                                      PENDAHULUAN
           A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendekatan dalam manajemen pemasaran dilandasi oleh konsep dari pimpinan perusahaan/ organisasi lainnya dalam menjalankan kebijakan dan strategi pemasaran yang akan dilakukannya. Hal ini karena pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai baik.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah.......Selengkapnya>>>>

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemasaran Berwawasan Sosial
Dalam tahun-tahun belakangan ini, beberapa orang mempertanyakan apakah konsep pemasaran merupakan falsafah yang tepat dalam era perusakan lingkungan hidup, keterbatasan sumber daya, ledakan jumlah penduduk, kelaparan dan kemiskinan dunia, dan pengabaian pelayanan sosial.
B.    Hubungan CSR (Corporate Social Responsibility) Dan Pemasaran Berwawasan Sosial
 Gagasan CSR menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi ( menciptakan profit demi kalangan usaha ), melainkan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial.
Selengkapnya>>>>
C.    Mengapa CSR muncul dalam perusahaan – perusahaan ?
 Gagasan ini muncul untuk menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi atau menciptakan profit, tetapi juga sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selengkapnya>>>>

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konsep pemasaran berwawasan sosial menyatakan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara....................
Selengkapnya>>>>




Makalah Selengkapnya Download Disini